Moda Raya Terpadu dan Kemewahan Batavia (part 1)
Yeay! Jakarta sekarang punya transportasi baru! Yup! The MRT is here,
finally! Ini cerita gua jalan-jalan seharian naik MRT kemarin.
Selasa 9 April. Gua bangun pagi dan melakukan kegiatan rutin seperti
biasa; shalat subuh, menyapu dan bersih bersih rumah. Gua udah ada janji hari
ini buat jalan-jalan sama, Syavick, pacar gua, ke Kota Tua. No specific reason,
pengen main aja kesana. Tadinya doi minta hari Senin, tapi gua bilang museum
tutup tiap hari senin. Jadi ya udah, kita baru jalan hari Selasa.
Setelah gua mandi dan rapih-rapih, gua beranjak keluar dari rumah buat
berangkat bareng naik Transjakarta. Gua chat
doi, ternyata doi baru bangun karena ketiduran. Doi bilang gua berangkat duluan
aja. I said yes and then walked out the
gate to the bus shelter. Sampe di halte, gua chat Syavick lagi. Doi bilang gua jalan duluan aja ke stasiun MRT
nya dan ketemu disana. Kebetulan ada bis tujuan Bundaran Senayan yang berhenti
di halte, gua pun langsung naik. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit,
gua sampai di halte Tosari. Gua beranjak keluar dari halte. Eh? Kemana
jembatannya? Gua baru sadar kalau jembatan di halte Tosari sudah diangkat dan
ruang bekas jembatan itu sekarang jadi ruang shalat. That’s kind of surprising. Jadi sekarang, akses keluar-masuk halte
Tosari itu dari jalan raya. Makanya di sekitar halte sekarang banyak zebra cross untuk penumpang Transjakarta
menyebrang masuk dan keluar halte. Gua keluar dari halte, berlari kecil ke zebra cross untuk menyebrang bersama
sekumpulan orang lainnya. Gua berjalan di trotoar ke arah Dukuh Atas menuju
stasiun Dukuh Atas BNI. Sebenarnya, gua bisa aja naik MRT dari stasiun Bundaran
HI, tapi saat gua liat dari halte tadi, ternyata jaraknya cukup jauh untuk
ditempuh dengan jalan kaki. Jadi gua memilih untuk naik MRT dari stasiun yang
sedikit lebih dekat.
Akhirnya gua sampai di depan stasiun Dukuh Atas BNI. Wow! Beneran turun
ke bawah! Gua jadi makin bersemangat untuk segera mencoba naik MRT. Gua
menuruni tangga ke lantai bawah. Waah! Ternyata stasiunnya full AC! Gua pun
tambah girang. Sampai di bawah, gua melakukan tapping dan bergerak masuk lebih
dalam ke stasiun menuju peron kereta. Terrnyata peron kereta terletak di lantai
yang lebih bawah. Gua pun kembali menuruni anak tangga sebelum akhirnya sampai
di peron kereta. Peronnya luas dan penuh ilustrasi warna-warni. Di peron juga
ada jam besar dan papan pemberitahuan digital untuk kedatangan kereta. Stasiun
MRT ini juga dilengkapi dengan lift dan escalator lhoo! Tapi penggunaan lift
dibatasi hanya untuk penumpang prioritas dan escalator hanya digunakan untuk
penumpang naik ke lantai atas menuju pintu keluar. Gua mengambil handphone
untuk kembali menghubungi Syavick, tapi ternyata gak ada sinyal jaringan di
area peron. Gua beranjak menunggu di tangga sebelum akhirnya Syavick datang dan
kami naik MRT sama-sama ke Stasiun Lebak Bulus. Hore..! Akhirnya naik MRT!
Gua melangkah masuk ke dalam rangkaian kereta. Eh? Bentar… ini bau apa
ya? Meski heran dan agak terusik, gua diem aja sih. Lalu, ada tiga orang Ibu yang
duduk di kursi di depan gua berkomentar kalau bau ini berasal dari lem atau
plastik bangku kereta yang masih baru. That
made sense, kalo gak ada ibu-ibu itu, kayaknya kesimpulan gua bisa lebih
aneh daripada baunya. Sepanjang perjalanan, gua ngobrol sama Syavick,
berkomentar ini itu soal kereta nya. Kami membandingkan sedikit MRT Jakarta ini
dengan yang ada di Singapura, kebetulan gua sempat kesana pada tahun 2015 lalu.
Mirip sih, tapi stasiun MRT di Singapura lebih jauh ke bawah dan gak
warna-warni seperti disini dan jaringan keretanya sudah terhubung ke seluruh
penjuru kota, sementara MRT Jakarta baru selesai membangun satu rute. Kereta
kami berada di bawah tanah hingga sampai di Senayan. Memasuki kawasan Blok M,
kereta bergerak naik ke jalur fly over khusus melintasi Ibu Kota, melihat lalu
lintas yang padat di jalan raya. Sekitar 30 menit perjalanan dari Dukuh Atas,
kami tiba di stasiun Lebak Bulus. Hm… sepertinya, kami harus keluar dulu untuk
bisa berpindah kereta ke Bundaran HI. Gua dan Syavick berhenti sejenak untuk
makan snack di luar stasiun sebelum kembali masuk. Iya, rencana kami naik MRT
hari itu hanya bolak balik dari Dukuh Atas ke Lebak Bulus dan kembali lagi ke
Dukuh Atas. Hehehe… kurang kerjaan ya? Namanya juga baru mencoba hehe..
Kami sampai kembali di Stasiun Dukuh Atas BNI. Tadinya, kami mau pergi
ke Kota Tua dengan menaiki Commuter Line dari Stasiun Sudirman, yang jarakya
tidak begitu jauh dari stasiun Dukuh Atas. Saat jalan ke stasiun, kami melihat
ada beberapa bis feeder Transjakarta jurusan Dukuh Atas-Kota.
“Kayaknya
bisa deh naik itu. Coba aja yuk!” Ajak Syavick, gua mengiyakan. Ternyata bisa,
kami pun naik ke bis dan beranjak menuju Kota Tua. Sampai di Kota Tua, kami
putuskan untuk makan siang terlebih dahulu sebelum bermain. Kami sempat bingung
mau makan siang dimana, tadinya mau makan siang di Bangi Kopi, tapi ternyata
sedang ada renovasi disana. Kami berjalan lagi hingga sampai di depan Café
Batavia. Gua udah cek harga dan review nya di internet, dan ternyata emang mahal
sesuai dengan rumornya. They said
curiosity kills the cat. And that happened to us. Kami memutuskan untuk
masuk dan menantang keberanian dompet kami untuk merasakan pengalaman makan
siang “mewah” disini.//
Komentar
Posting Komentar