Loreng MACAN di "Pemakaman Hewan" (part 1)
Gua mengaku,
gua bukan tipikal orang yang artistik. Gua gak begitu paham tentang seni rupa,
jadi gua juga kurang mampu dalam menginterpretasi dan mengapresiasi suatu karya
seni. Palingan yang gua bisa lakukan hanya mengamati gerak dan warna yang
diabadikan dan mencoba menarik potongan makna dari situ. Gua bukan orang yang cukup teliti dan disiplin
untuk menerjemahkan suatu ide dalam wujud suatu karya seni. Okay, back to the story.
Jum’at 12 April
2019. Gua akhirnya berkesempatan untuk kembali jalan-jalan dengan Jasmine dan
Ibri. Hari itu, kami akan pergi mengunjungi Museum MACAN (Modern And Contemporary Art in Indonesia). Kami sepakat untuk bertemu di halte
Gelora Bung Karno jam 8 pagi, untuk naik bis ke Kebon Jeruk bersama. Gua
berangkat dari rumah sekitar jam 06.45 pagi, sampai di halte Pramuka BPKP
sekitar 6 menit kemudian. Gua menaiki bis yang menuju arah Bundaran Senayan,
supaya bisa langsung turun di GBK, tapi ternyata bis nya penuh. Gua yang malas
jadi sarden hari itu, akhirnya turun di halte Matraman untuk menunggu bis
berikutnya yang lebih sepi. Hampir 30 menit menunggu, ternyata bis ke arah
Senayan penuh sesak semua. Bahkan, bis ke arah Grogol, Dukuh Atas dan Kuningan
juga cenderung padat. Gua melihat jam tangan, pasti telat kalau terlalu lama
menunggu disini, pikir gua. Gua merasa gak punya pilihan lain, jadinya ikut
mengantri di pintu arah Dukuh Atas 2 dan naik bis kesana. Sampai di Dukuh Atas
2, gua langsung berlari menuju halte Dukuh Atas 1 supaya bisa segera transit ke
Gelora Bung Karno. Gua tiba di halte Gelora Bung Karno jam 07.45 dan segera
mengabari Jasmine yang sudah tiba lebih dulu kalau gua sudah sampai. Setelah
ketemu Jasmine, gua duduk dan mengobrol dengannya sambil menunggu Ibri yang masih
dalam perjalanan. Kami menunggu dia agak lama dan mulai menebak-nebak seperti
ini,
“Hm… tumben
lama ini anak. Katanya udah sampe Pondok Indah.” Kata gua,
“Macet kali,
Pram.” Balas Jasmine,
“Tapi kayaknya
dari tadi liatin bis yang dari Ciputat gak ada dia. Naik Grab apa ya?” terka
Jasmine,
“Iya kali, Jas.
Dia kan biasa begitu, kalo udah telat. Turun di Pondok Indah terus nguber
kesini pake Grab.” Gua membalas,
“Apa
jangan-jangan dia naik Grab dari rumah?” terka Jasmine lagi,
“Haha.. bisa
jadi.” Gua menjawab seadanya. Lalu, gua memalingkan pandangan ke arah luar. Sebuah
ojek online Grab berhenti di depan sebrang halte, dengan seorang penumpang
mengenakan kacamata hitam. Gua bertanya dalam hati, itu bukan ya? Penumpang itu
turun dan gua lihat tas dan sepatu penumpang itu mirip dengan milik Ibri. Gua mengamati penumpang itu dengan penasaran, masa sih itu dia? Setelah membayar, penumpang ojek online
yang gua amati itu berjalan ke arah jembatan halte. Oh, ternyata dugaan gua
benar, itu Ibri. Ia pun masuk ke dalam halte, lalu kami naik bis bersama ke
Kebon Jeruk.
Perjalanan ke
Kebon Jeruk ternyata gak begitu lama, mungkin sekitar 30 menit. Kami sampai di
menara AKR, tempat museum nya berada, jam 9.05. Karena museum baru buka jam 10.00,
kami pergi sarapan dulu di Caffeine Lab di dalam gedung. Karena kami berangkat
sejak pagi dari rumah masing-masing, kami belum sempat mengisi perut dengan
memadai. Jadi, kami perlu asupan tenaga untuk menempuh sisa perjalanan kami
yang masih panjang hari itu. Singkat cerita, setelah jarum jam menunjuk angka
10, kami mulai bergerak masuk ke dalam museum. Saat membeli tiket, kami diberi
tahu oleh petugas bahwa kami tidak diperkenankan membawa kamera ke dalam
ruangan, tapi kami masih diperkenankan mengambil gambar dengan kamera ponsel tanpa flash. Setelah membeli tiket dan
menitipkan tas, kami diperkenankan masuk dan melihat-lihat koleksi museum. Rupanya,
koleksi yang bisa kami lihat hari itu juga terbatas. Kami hanya bisa bisa
melihat koleksi karya Jeihan Sukmantoro dan mengunjungi ruangan khusus seperti Infinity mirrored room dan Rubberscape, jadi kami tidak
menghabiskan waktu begitu lama di museum MACAN. Tut mir leid :(//
Komentar
Posting Komentar