Gara-Gara Lensa Tele part 2
Pertandingan pertama
selesai, dengan dimenangkan oleh tim Thailand. Masalahnya cuma satu, tim
Indonesia sangat kurang kompak. Setelah tim bubar dari lapangan, kami keluar
untuk mencari menu makan siang di area Asian Food Festival. Kami sempat
mengunjungi toko penjualan official
merchandise, tapi gak lama dan gak beli apa-apa. Mahal, beb. Sambil makan,
kami iseng memotret satu sama lain dengan kamera masing-masing. Mereka juga
sesekali mencoba memotret dengan lensa tele yang gua bawa, dengan memasangnya
di kamera hand phone mereka. Tak
terasa, waktu menunjukkan pukul 12:50. Kami pun mulai beranjak untuk kembali ke
venue untuk menyaksikan pertandingan antara tim Malaysia – Arab Saudi, yang
akan dilaksanakan pukul 13:30. Sebelum masuk, gua sempat melaksanakan shalat
zuhur terlebih dahulu di mushala dekat venue.
Jasmine dan Ibri gak ikut karena masih berhalangan.
Pertandingan antara
Malaysia – Arab Saudi ternyata jauh lebih seru dari pertandingan pertama,
karena permainan gigih tim Malaysia yang berusaha menembus pertahanan kuat tim
Arab Saudi. Beberapa kali mereka tertinggal, tapi mereka berhasil mencuri angka
gak lama kemudian. Setelah berjuang dengan gigih dalam 4 set pertandingan, tim
Malaysia harus mengakui kemenangan tim Arab Saudi. Iya sih, tim Arab Saudi juga
unggul dari segi postur pemain. Tentunya bisa dibayangkan postur pemain dari
tim Arab Saudi yang gua maksud hingga bisa mengungguli tim Malaysia. Gua
berhasil menangkap beberapa moment
dalam pertandingan tersebut dengan menggunakan lensa tele dan hasilnya pun juga
lebih baik daripada hasil jepretan sebelumnya. Kedua tim pun bubar dan masuklah
tim yang ditunggu-tunggu, Jepang – Korea Selatan. Hayoo lho! Dukung Oppa atau
Senpai nih??
Tim Jepang dan Korea
mulai memasuki venue, begitu pula dengan supporter
dan official crew mereka. Para
atlet segera memulai pemanasan setelah meletakkan barang-barang mereka. Disini lah
romansa pelik ini dimulai. Jasmine dan Ibri yang mulai membidik dengan kamera,
ternyata mulai berburu Oppa dan Senpai ganteng.
“Korea nomer 11 jangan sampe lepas!”
seru Jasmine,
“Jepang nomer 7 juga, Jas!” timpal Ibri,
Wah! Udah 2 pemain aja
yang diklaim. Gua bidik yang mana ya kira-kira? Gua tadi sempet lirik juga sih,
ada official crew tim Korea yang kece
gitu. Untuk pertama kalinya dalam hidup gua, gua segitu keponya sama orang Korea,
sampe ngintilin doi pake mata. Gua
pun mengedarkan pandangan ke para pemain Jepang. Ada satu atlet yang menarik
perhatian gua. Doi putih, rambutnya agak gondrong gitu. Gua liat nomer yang
tertera di bajunya, nomer 5, dan nama doi… Chokai!
“Gengs gengs! Jepang nomer 5 tuh!” ujar
gua pada Jasmine dan Ibri,
“Mana, Pram? Yang mana?” Tanya mereka,
“Itu tuh , nomer 5! Chokai!” gua mulai
gregetan, akhirnya keliatan juga sih,
“Eh iya wehh! Cakep tuh nomer 5.” Kata Jasmine,
“Bri, incaran lu tadi Jepang nomer
berapa?” Tanya gua ke Ibri,
“Nomer 7, Pram. Furusawa.” Jawabnya, gua
yang penasaran langsung mencari pemain yang dimaksud. Eh? Kok imut yak?
“Eh… imut juga tuh nomer 7.” Ujar gua,
“Incaran lu juga cakep dah.” Timpal Ibri,
“Lah kok kita jadi tukeran?” gua ketawa.
Ada ya ceritanya tukeran cem-ceman.
Pertandingan akhirnya
dimulai. Kedua tim bertarung sengit dalam pertandingan, saling berbalas
mencetak angka bahkan menyamakan kedudukan beberapa kali. Pertandingan antara
Jepang – Korea ini adalah pertandingan paling sengit yang gua saksikan hari
itu. Semua pemain benar-benar mencurahkan semua kemampuan mereka dalam
kapasitas maksimal. Pemain incaran gua, Chokai, pun akhirnya jadi pusat
perhatian kita bertiga. Doi lincah banget dan paling sering cetak angka. Gimana
kami bertiga bisa berhenti bersorak kalo gini caranya? Udah gak kehitung lagi
berapa kali kami meneriakkan “ganbatte” ke tim Jepang. Gua sendiri beberapa
kali menyelipkan “ikuyo, minna!” “hayaku!” saat mereka tengah berjuang merebut
bola dan maju menyerbu daerah pertahanan tim Korea Selatan. Setelah pertarungan
sengit dengan tim Korea Selatan, tim Jepang berhasil memenangkan pertandingan.
Oh jelas kami bertiga bersorak dan ikut bertepuk tangan. Gak sia-sia rupanya
menarik urat tenggorokan, sampe suara gua berubah nada. Setelah pertandingan
selesai, kami memutuskan untuk mengisi perut sebelum pulang. Soalnya tenaga
dari nasi tadi siang udah terkuras sampe minus gara-gara dukung Senpai-tachi.
Kami baru bergerak pulang ke rumah pukul 20:00. Fuh! Hari yang melelahkan, tapi
sangat memuaskan.
Sampai di rumah, kita
bertiga lanjut ngobrol di group chat Losers’ Club. Jasmine dan Ibri meminta gua
buat ngirim foto-foto yang gua potret pake lensa tele gua. Gua pun mulai
memilih foto-foto yang cukup jelas, yang menyorot 3 pemain yang sempat kita
incar tadi. Mereka juga sekalian merencanakan untuk menonton konser closing ceremony pada hari Sabtu
mendatang. Gua bilang gua tidak ikut karena ada agenda lain yang gua utamakan
dan budget nya gak bisa gua pake buat
nonton. Hari pun berlalu, gua kira pesona senpai-tachi tim Jepang (pesona
Chokai tentunya) sudah hilang daya. Ternyata gua salah. Mereka berdua masih
sangat terpesona dengan Chokai. Bahkan keduanya sampe mem-follow account instagram Chokai dan Furusawa
saking bapernya. Sialnya, mereka yang baper, tapi gua yang disuruh tanggung
jawab,
“PRAMITA TANGGUNG JAWAB LU!” tulis Ibri
di chat,
“Gimana tanggung jawabnya? Kalo bisa
juga gua mau tanggung jawab.” Balas gua. Aduh, kalo udah baper begini, bisa
panjang urusannya. Gua akhirnya nepok jidat, jadi baper dong anak orang
gara-gara gua bawa lensa tele. Sementara Jasmine udah tinggal ketawa ngeliat
kelakuan dua manusia yang saling menyalahkan gara-gara Chokai. Adegan ini masih
terus berulang hingga satu minggu kemudian. Sebenernya sih, masih terjadi juga
kalo kami lagi ngobrol tentang Chokai. Yaah… lensa tele telah mengabadikan
pesona Chokai, sampe bikin kami bertiga baper luar biasa.
Gua gak tau kalo lensa
tele yang gua bawa akan membawa pulang cerita lain yang lebih dari sekedar
pertandingan bola basket Asian Para Games 2018. Cerita itu kemudian akan
terkenang bagi kami bertiga, yang mungkin akan kami ceritakan kembali di hari
yang akan datang. To conclude, sesuatu yang sederhana ternyata bisa mengawali
sesuatu yang tidak terduga. Cherish your moments with smile and try to appreciate
simple things around you. You’ll always be surprised by the story that will
last in your memory.///
Komentar
Posting Komentar