Tombak Berlian part 2
Mereka berjalan menuju sudut kota. Tak sengaja, mereka bertemu dengan si Sulung yang tengah mengamuk,
"Astaga..! Setan pasar itu bikin ulah lagi!" seru si Tengah dramatis,
"Iya, setan pasar itu juga kakakmu, kak! Ayo larii...!" si Bungsu menarik tangan si Tengah dan berlari menjauh dari si Sulung. Si Sulung melihatnya dan mengejar mereka,
"Kembali kesini, anak kurangajar!" serunya berang,
"Kamu punya rencana apa, bocah?" tanya si Tengah,
"Sudah, jangan bawel! Lihat nanti saja." jawab si Bungsu, sampai di sumur, ia melihat seseorang sedang menimba air. Ia merebut ember yang sudah penuh dan melempar airnya kepada si Sulung. Begitu kuatnya ia melempar air sampai si Sulung pingsan. Ia pun panik dan terus berlari dari kota menuju hutan.
Sesampainya di hutan, ia berhenti berlari, dan melepaskan tangan kakaknya,
"Apakah si Sulung mati? Ini semua gara-gara ulahmu, anak bodoh!" caci si Tengah,
"Kalau tidak begitu, kita berdua yang mati. Lalu bagaimana dengan rencanamu menikahi Putri Clara kalau kau mati duluan?" tanya si Bungsu,
"Aku tadi panik. Dia tidak mungkin mati semudah itu. Aku tidak mengharapkan apa-apa dari perjalanan ini selain uang yang cukup untuk makan dalam jangka waktu yang agak lama." kata si Bungsu,
"Selanjutnya, kita mau kemana, kak?" tanya si Bungsu,
"Tidak tahu. Makanya itu aku mau bertanya pada nenek sakti itu, dan kita sudah melewati rumahnya sangat jauh." kata si Tengah, si Bungsu menghela nafas, lelah. Ia menghempaskan dirinya duduk di lantai hutan,
"Berlian ya? Berlian..." si Bungsu bergumam seraya berpikir keras,
"Ada tambang kah di hutan ini?" tanya si Bungsu, si Tengah mengernyitkan kening,
"Waktu Ibu masih hidup, aku pernah tersesat jauh ke hutan, disana gelap sekali. Disana aku menemukan tambang tua yang tidak terpakai lagi, sudah runtuh. Saat menemukanku, Ibu menyuruhku untuk tidak pergi ke tambang itu lagi. Mungkin disitu." kata si Tengah,
"Kau ingat jalannya?" tanya si Bungsu,
"Dulu aku mengikuti jejak rubah, rubah berwarna merah menyala." jawab si Tengah. Mereka mengedarkan pandangan, mata si Tengah yang awas menangkap siluet hewan berbulu merah menyala yang tadi ia bicarakan,
"Itu dia!"desisnya,
"Man..emph!' si Tengah buru-buru menutup mulut si Bungsu yang hendak bertanya,
"Ssssttt...! Pelan-pelan!" desisnya,
"Ia adalah rubah yang tadi kita bicarakan. Ia sangat peka, jadi hatii-hati supaya kita bisa mengikutinya tanpa jejak." desisnya, mereka pun mengendap-endap melangkah mengikuti si rubah merah, masuk semakin jauh ke dalam hutan. Setelah berjalan jauh, si rubah tiba-tiba berbalik,
"Jadi kalian yang mengikutiku?" tanyanya, kedua bersaudara itu pun kaget,
"K..Kau bisa bicara?" tanya si Bungsu,
"Iya. Aku Rubah Api, peliharaan peri Api. Ada perlu apa kalian mengikutiku?" tanya si rubah Api,
"Kami mencari Tombak Berlian." jawab si Tengah,
"Tombak Berlian? Kau membuang-buang waktu, itu hanya mitos." kata si rubah Api, si Bungsu menghela nafas,
"Aku merasa bodoh percaya pada tahayul.." katanya seraya berlalu,
"Hei, aku punya sedikit daging. Jika kau mau menolongku mengatakan dimana tombak itu, akan kubayar kau dengan ini." kata si Tengah, si Rubah mendecih,
"Cuih! Aku tidak butuh!" cemoohnya, seraya berlalu dari hadapan si Tengah. Si Tengah berpikir, kemudian akal liciknya bekerja,
"Oh duhai peri Api, tolonglah hamba yang kedinginan dan kegelapan dalam hutan bersama orang-orang tak berguna ini..." lirihnya dramatis. Sekejap kemudian, sebuah topan api muncul. Anehnya, tak ada tumbuhan yang hangus. Topan api pun buyar dan menampakkan seorang peri cantik, bergaun jingga keemasan, bermahkota emas berdiri di hadapan mereka,
"Ada apa engkau memanggilku, hai manusia?" tanya sang peri Api,
"Tolonglah aku, ya peri. Aku dan adikku mencari Tombak Berlian, dan peliharaanmu yang rupawan ini tidak hendak memberi tahuku yang malang ini." jawab si Tengah mendayu-dayu,
'Penipu macam apa kakakku ini? Pandai sekali ia bersandiwara..' pikir si Bungsu,
"Untuk apa kamu mencari tombak itu?" tanya sang Peri Api,
"Tolonglah hamba, ya peri Api, kakak hamba sekarat dan membutuhkan tombak itu.." jawab si Tengah,
"Baiklah. Aku akan memberitahumu. Pergilah ke Barat, dan cari tambang yang runtuh. Tambang itu dijaga oleh peri tambang. Kau harus bisa menjawab teka-teki peri tambang, untuk mendapatkan tombak itu. Setelah kau dapatkan tombak itu, cepatlah pergi, dan jangan menoleh ke belakang sekalipun." kata Peri Api, si Tengah menyeringai licik,
"Terimakasih, ya Peri Api yang cantik. Kau sangat membantuku." katanya,
"Sebagai gantinya, aku meminta adikmu sebagai korban." kata si Peri Api, si Tengah mempertahankan senyum liciknya. Ia mendekati adiknya,
"Kak! Sadar, kaak...!" jeritnya,
"Berikan lengan baju mu yang basah. Sobek!" perintahnya berbisik, si Bungsu merobek bajunya, dan memberikannya kepada si Tengah,
"Berpura-puralah meronta!" si Bungsu menurut,
"Tolong aku..!! Tidaaakk...! jangan, kakaak..!!" kata si Bungsu, si Tengah terus menyeret adiknya kepada peri Api, hingga akhirnya ia dekat dan melempar lengan baju basah itu kepada sang Peri dan mengenai mahkotanya hingga terjatuh. Tak lama, si Peri Api berubah wujud menjadi api kecil,
"Tangkap dua bocah itu!!" cicitnya berang, rubah-rubah api keluar dari sarangnya dan mengejar kedua kakak beradik yang sudah mencuri petunjuk dari peri Api.
Mereka berhenti di dalam hutan dan mengatur nafas, setelah merasa cukup jauh dari bala tentara Peri Api,
"Itulah cara mencuri. Selain pujangga, aku juga pencuri ulung. Ngomong-ngomong, apa kesanmu setelah mencuri pertama kali, eh?" tanya si Tengah, bukan jawaban yang ia dapat, malah satu pukulan telak dari adiknya,
"Aku tidak senang sama sekali! Apa-apaan itu? Menipu dan menyusahkan peri Api yang sudah baik memberitahu! Tidak tahu balas budi!" seru si Bungsu,
"Hei, kalau kita tidak mencurinya, kita tidak akan tahu! Yang ada kita malah mati dimakan hewan! Kalau aku tidak menipunya, kamu mau jadi santapan Api hah?!" si Tengah tak mau kalah,
"Cuiih! Aku sudah tidak peduli lagi. Carilah tombak itu sendiri!" si Bungsu pun meninggalkan kakaknya. Ia berjalan jauh, hendak keluar dari hutan.
Si Bungsu sampai di sebuah pohon besar. Ia duduk dan bersandar,
"Apa yang telah kulakukan? Ikut-ikut saja dengan kakakku yang ternyata gemar menipu." pikirnya,
"Sudahlah, aku tak peduli lagi dengannya." katanya,
"Sejak kapan kau jadi egois, bocah?" tanya sebuah suara yang familiar, si Bungsu menoleh dan menemukan si Sulung. Ia panik, tampaknya si Sulung sudah tak sabar ingin mencekik lehernya,
"Darimana kau belajar ilmu egois, hei bocah? hm?" tanyanya seraya mendesak si Bungsu. Si Bungsu ketakutan, tak punya arah untuk lari. Tapi terkejutnya ia saat tangan kekar si Sulung menyentuh tubuhnya, ia bukan ingin mencekiknya tapi memeluknya,
"Tidak peduli jugakah engkau dengan aku? Kalau kalian mati, siapa yang sudi mengurusku? Kutukan apa yang akan dilemparkan ayah dan ibu kepadaku jika aku gagal menjaga kalian?" isaknya,
"K...Kakak..." lirih si Bungsu,
"Setelah aku sadar, saat kau siramkan air, aku menemukan kertas sayembara yang dicuri si Tengah. Aku sudah pernah kabur kesana, dan aku tahu kalian akan menemui banyak bahaya disana. Makanya aku mencari kalian. Tanpa kalian, aku bisa mati kelaparan." kata si Sulung, si Bungsu balas memeluk kakaknya, ia sangat terharu melihat perubahan kakaknya,
"Sekarang, katakan dimana si Tengah." kata si Sulung,
"Eng.. kami tadi sudah sampai di dekat tambang runtuh. Lalu kami bertengkar dan kutinggalkan ia disitu." jawab si Bungsu,
"Hm... selicik apapun si Tengah, ia bisa mati kalai tidak bisa menipu peri Tambang." kata si Sulung,
"Ayo cepat! Kita selamatkan si Tengah." kata si Sulung, mereka kemudia berlari kembali ke tambang untuk menyelamatkan si Tengah.
$$$
"Astaga..! Setan pasar itu bikin ulah lagi!" seru si Tengah dramatis,
"Iya, setan pasar itu juga kakakmu, kak! Ayo larii...!" si Bungsu menarik tangan si Tengah dan berlari menjauh dari si Sulung. Si Sulung melihatnya dan mengejar mereka,
"Kembali kesini, anak kurangajar!" serunya berang,
"Kamu punya rencana apa, bocah?" tanya si Tengah,
"Sudah, jangan bawel! Lihat nanti saja." jawab si Bungsu, sampai di sumur, ia melihat seseorang sedang menimba air. Ia merebut ember yang sudah penuh dan melempar airnya kepada si Sulung. Begitu kuatnya ia melempar air sampai si Sulung pingsan. Ia pun panik dan terus berlari dari kota menuju hutan.
Sesampainya di hutan, ia berhenti berlari, dan melepaskan tangan kakaknya,
"Apakah si Sulung mati? Ini semua gara-gara ulahmu, anak bodoh!" caci si Tengah,
"Kalau tidak begitu, kita berdua yang mati. Lalu bagaimana dengan rencanamu menikahi Putri Clara kalau kau mati duluan?" tanya si Bungsu,
"Aku tadi panik. Dia tidak mungkin mati semudah itu. Aku tidak mengharapkan apa-apa dari perjalanan ini selain uang yang cukup untuk makan dalam jangka waktu yang agak lama." kata si Bungsu,
"Selanjutnya, kita mau kemana, kak?" tanya si Bungsu,
"Tidak tahu. Makanya itu aku mau bertanya pada nenek sakti itu, dan kita sudah melewati rumahnya sangat jauh." kata si Tengah, si Bungsu menghela nafas, lelah. Ia menghempaskan dirinya duduk di lantai hutan,
"Berlian ya? Berlian..." si Bungsu bergumam seraya berpikir keras,
"Ada tambang kah di hutan ini?" tanya si Bungsu, si Tengah mengernyitkan kening,
"Waktu Ibu masih hidup, aku pernah tersesat jauh ke hutan, disana gelap sekali. Disana aku menemukan tambang tua yang tidak terpakai lagi, sudah runtuh. Saat menemukanku, Ibu menyuruhku untuk tidak pergi ke tambang itu lagi. Mungkin disitu." kata si Tengah,
"Kau ingat jalannya?" tanya si Bungsu,
"Dulu aku mengikuti jejak rubah, rubah berwarna merah menyala." jawab si Tengah. Mereka mengedarkan pandangan, mata si Tengah yang awas menangkap siluet hewan berbulu merah menyala yang tadi ia bicarakan,
"Itu dia!"desisnya,
"Man..emph!' si Tengah buru-buru menutup mulut si Bungsu yang hendak bertanya,
"Ssssttt...! Pelan-pelan!" desisnya,
"Ia adalah rubah yang tadi kita bicarakan. Ia sangat peka, jadi hatii-hati supaya kita bisa mengikutinya tanpa jejak." desisnya, mereka pun mengendap-endap melangkah mengikuti si rubah merah, masuk semakin jauh ke dalam hutan. Setelah berjalan jauh, si rubah tiba-tiba berbalik,
"Jadi kalian yang mengikutiku?" tanyanya, kedua bersaudara itu pun kaget,
"K..Kau bisa bicara?" tanya si Bungsu,
"Iya. Aku Rubah Api, peliharaan peri Api. Ada perlu apa kalian mengikutiku?" tanya si rubah Api,
"Kami mencari Tombak Berlian." jawab si Tengah,
"Tombak Berlian? Kau membuang-buang waktu, itu hanya mitos." kata si rubah Api, si Bungsu menghela nafas,
"Aku merasa bodoh percaya pada tahayul.." katanya seraya berlalu,
"Hei, aku punya sedikit daging. Jika kau mau menolongku mengatakan dimana tombak itu, akan kubayar kau dengan ini." kata si Tengah, si Rubah mendecih,
"Cuih! Aku tidak butuh!" cemoohnya, seraya berlalu dari hadapan si Tengah. Si Tengah berpikir, kemudian akal liciknya bekerja,
"Oh duhai peri Api, tolonglah hamba yang kedinginan dan kegelapan dalam hutan bersama orang-orang tak berguna ini..." lirihnya dramatis. Sekejap kemudian, sebuah topan api muncul. Anehnya, tak ada tumbuhan yang hangus. Topan api pun buyar dan menampakkan seorang peri cantik, bergaun jingga keemasan, bermahkota emas berdiri di hadapan mereka,
"Ada apa engkau memanggilku, hai manusia?" tanya sang peri Api,
"Tolonglah aku, ya peri. Aku dan adikku mencari Tombak Berlian, dan peliharaanmu yang rupawan ini tidak hendak memberi tahuku yang malang ini." jawab si Tengah mendayu-dayu,
'Penipu macam apa kakakku ini? Pandai sekali ia bersandiwara..' pikir si Bungsu,
"Untuk apa kamu mencari tombak itu?" tanya sang Peri Api,
"Tolonglah hamba, ya peri Api, kakak hamba sekarat dan membutuhkan tombak itu.." jawab si Tengah,
"Baiklah. Aku akan memberitahumu. Pergilah ke Barat, dan cari tambang yang runtuh. Tambang itu dijaga oleh peri tambang. Kau harus bisa menjawab teka-teki peri tambang, untuk mendapatkan tombak itu. Setelah kau dapatkan tombak itu, cepatlah pergi, dan jangan menoleh ke belakang sekalipun." kata Peri Api, si Tengah menyeringai licik,
"Terimakasih, ya Peri Api yang cantik. Kau sangat membantuku." katanya,
"Sebagai gantinya, aku meminta adikmu sebagai korban." kata si Peri Api, si Tengah mempertahankan senyum liciknya. Ia mendekati adiknya,
"Kak! Sadar, kaak...!" jeritnya,
"Berikan lengan baju mu yang basah. Sobek!" perintahnya berbisik, si Bungsu merobek bajunya, dan memberikannya kepada si Tengah,
"Berpura-puralah meronta!" si Bungsu menurut,
"Tolong aku..!! Tidaaakk...! jangan, kakaak..!!" kata si Bungsu, si Tengah terus menyeret adiknya kepada peri Api, hingga akhirnya ia dekat dan melempar lengan baju basah itu kepada sang Peri dan mengenai mahkotanya hingga terjatuh. Tak lama, si Peri Api berubah wujud menjadi api kecil,
"Tangkap dua bocah itu!!" cicitnya berang, rubah-rubah api keluar dari sarangnya dan mengejar kedua kakak beradik yang sudah mencuri petunjuk dari peri Api.
Mereka berhenti di dalam hutan dan mengatur nafas, setelah merasa cukup jauh dari bala tentara Peri Api,
"Itulah cara mencuri. Selain pujangga, aku juga pencuri ulung. Ngomong-ngomong, apa kesanmu setelah mencuri pertama kali, eh?" tanya si Tengah, bukan jawaban yang ia dapat, malah satu pukulan telak dari adiknya,
"Aku tidak senang sama sekali! Apa-apaan itu? Menipu dan menyusahkan peri Api yang sudah baik memberitahu! Tidak tahu balas budi!" seru si Bungsu,
"Hei, kalau kita tidak mencurinya, kita tidak akan tahu! Yang ada kita malah mati dimakan hewan! Kalau aku tidak menipunya, kamu mau jadi santapan Api hah?!" si Tengah tak mau kalah,
"Cuiih! Aku sudah tidak peduli lagi. Carilah tombak itu sendiri!" si Bungsu pun meninggalkan kakaknya. Ia berjalan jauh, hendak keluar dari hutan.
Si Bungsu sampai di sebuah pohon besar. Ia duduk dan bersandar,
"Apa yang telah kulakukan? Ikut-ikut saja dengan kakakku yang ternyata gemar menipu." pikirnya,
"Sudahlah, aku tak peduli lagi dengannya." katanya,
"Sejak kapan kau jadi egois, bocah?" tanya sebuah suara yang familiar, si Bungsu menoleh dan menemukan si Sulung. Ia panik, tampaknya si Sulung sudah tak sabar ingin mencekik lehernya,
"Darimana kau belajar ilmu egois, hei bocah? hm?" tanyanya seraya mendesak si Bungsu. Si Bungsu ketakutan, tak punya arah untuk lari. Tapi terkejutnya ia saat tangan kekar si Sulung menyentuh tubuhnya, ia bukan ingin mencekiknya tapi memeluknya,
"Tidak peduli jugakah engkau dengan aku? Kalau kalian mati, siapa yang sudi mengurusku? Kutukan apa yang akan dilemparkan ayah dan ibu kepadaku jika aku gagal menjaga kalian?" isaknya,
"K...Kakak..." lirih si Bungsu,
"Setelah aku sadar, saat kau siramkan air, aku menemukan kertas sayembara yang dicuri si Tengah. Aku sudah pernah kabur kesana, dan aku tahu kalian akan menemui banyak bahaya disana. Makanya aku mencari kalian. Tanpa kalian, aku bisa mati kelaparan." kata si Sulung, si Bungsu balas memeluk kakaknya, ia sangat terharu melihat perubahan kakaknya,
"Sekarang, katakan dimana si Tengah." kata si Sulung,
"Eng.. kami tadi sudah sampai di dekat tambang runtuh. Lalu kami bertengkar dan kutinggalkan ia disitu." jawab si Bungsu,
"Hm... selicik apapun si Tengah, ia bisa mati kalai tidak bisa menipu peri Tambang." kata si Sulung,
"Ayo cepat! Kita selamatkan si Tengah." kata si Sulung, mereka kemudia berlari kembali ke tambang untuk menyelamatkan si Tengah.
$$$
Komentar
Posting Komentar