Menanti Fajar di Penanjakan Bromo

Tujuan liburan gua berikutnya ialah Kota Batu, Jawa Timur. Kota kecil yang begitu teduh dan sejuk ini dijuluki De Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil di pulau Jawa. Sebenarnya, karena gua stay di Batu cukup lama, gua pergi ke berbagai tempat, tapi tidak bisa gua ceritakan semua karena terlalu panjang. Jadi, yang akan gua sampaikan hanya perjalanan wisata sunrise ke Gunung Bromo yang gua lakukan pada Rabu (7/8) malam hingga Kamis (8/8) pagi. And here it goes.

Malam pun datang. Perlengkapan untuk pergi ke Bromo sudah dipersiapkan. Gua menanti dengan rasa berdebar, sangat antusias. Pihak travel menginformasikan bahwa kami akan dijemput dari homestay sekitar jam 11 malam dan akan berkendara selama 3 jam menuju basecamp milik travel tersebut. Oh iya, tourism travel  yang kami gunakan untuk berwisata ke Bromo ini ialah Abimanyu Tour. Midnight-Sunrise Open Trip yang kami ikuti dari travel Abimanyu ini dihargai Rp. 350,000,- per orang. Harga tersebut sudah termasuk makan siang, snack dan perlengkapan lain seperti topi dan sarung tangan, serta antar jemput gratis dari homestay ke basecamp di Bromo. Sekitar pukul 23:15, mobil travel datang menjemput kami. Di dalam mobil, sudah ikut pula beberapa peserta tour yang lain. Mobil pun berjalan, membelah keheningan malam. Satu per satu peserta dijemput dari tempat persinggahan mereka, sebelum perjalanan menuju Bromo benar-benar dimulai. Sesekali gua memutar lagu di handphone, mengalun ke telinga melalui earphone.

Sekitar pukul 02:00 dinihari di hari Kamis (8/8), kami tiba di basecamp. Begitu keluar dari mobil, udara dingin langsung menyergap. Gua yang lengah langsung terkesiap, dingin banget, beb! Kami dipersilahkan untuk beristirahat sejenak, untuk meminjam kamar mandi. Setelah itu, perjalanan menuju bukit penanjakan Bromo dilakukan dengan menaiki mobil jeep. Satu mobil jeep membawa lima orang perserta. Nyokap dan dua orang lainnya duduk di bangku belakang, sementara gua dan bokap di bangku depan. Malam bertambah hening, kami membelah gelapnya hutan bertemankan suara serangga malam. Udara dingin semakin kuat menyergap, detak jantung mulai berderap. Sesampainya di kaki bukit penanjakan, jeep berhenti. Kami semua dipersilahkan turun untuk menanti fajar di atas bukit. Gua mulai berjalan menyusuri jalan menanjak, melawan hawa dingin yang membekukan. Gua gak tau sudah berapa derajat suhu di atas sana, mungkin sudah turun dibawah 10 derajat Celcius. To be honest, I wore the wrong clothes there.  Gua cuma mengenakan kaos rajut dan jaket cardigan yang gak seberapa tebal dan celana training yang sedikit ngatung. Alhasil, udara dingin pun menggerayangi badan gua sepuasnya. Menyerah, akhirnya gua memilih untuk menyewa jaket yang ditawarkan penyewa lokal disana seharga Rp. 20,000,-. At least, gua gak terlalu beku dengan bantuan jaket ini. Di jalan menanjak, gua dan rombongan kembali berhenti untuk meminjam kamar mandi di sebuah warung. Gua gak sampe kebelet sih, tapi bokap. Setelah ke kamar mandi, doi menyempatkan diri untuk minum kopi terlebih dahulu sebelum lanjut naik ke puncak bukit. Selesai ngopi, yuk lanjut jalan lagi!

Waktu menunjukan pukul 03:00 dini hari. Kami melanjutkan perjalanan kembali untuk naik ke puncak bukit. Jalanan yang kami lalui berupa anak tangga yang menanjak landai. Karena gelap, bokap menyalakan flashlight dari handphone untuk menerangi langkah kami. Gelapnya malam sedikit banyak mengingatkan gua akan gladi tama saat pelantikan Paskibra di SMA dulu, gelap dengan hanya diterangi senter dari para alumni. Setelah pendakian singkat, kami tiba di puncak bukit penanjakan. Rombongan demi rombongan mulai memadati area puncak bukit. Gua duduk sebentar dan memandang langit malam. Gugusan bintang terlihat dengan sangat jelas dari sini. Gua gak pernah merasa sedekat ini dengan langit, it felt like I could reach the sky and picked one of the shining stars. Gua segera stand by di pinggir bukit untuk memotret terbitnya sang fajar dari ufuk Timur. Gua yang tidak bisa mengendalikan handphone dengan tangan terbungkus, harus melepas kedua sarung tangan. Tangan gua pun membeku, sulit digerakan dan mulai mati rasa. Sesekali gua masukan tangan ke kantong jaket, seraya menggigil pelan. Gua berusaha untuk tetap sesekali menggerakkan badan, karena hawa dingin yang teramat sangat ini membuat gua mengantuk. Hal yang gua khawatirkan adalah ancaman hipotermia jika gua sampai terlelap, gua gak mau perjalanan yang sudah susah payah gua lalui ini hanya berakhir di basecamp karena gua tumbang oleh hawa dingin.
Menanti Fajar Menepis Gulita
Dua jam sudah gua berjaga di pinggir bukit, sang fajar akhirnya menampakkan diri perlahan-lahan. Langit yang tadinya gelap, mulai merekah kemerahan. Secara perlahan, langit semakin terang, seraya matahari mulai menampakan sinarnya. Pukul 05:41 pagi, langit Bromo terang seutuhnya. Sinar kuning keemasan memenuhi langit, merona kemerahan di sepanjang punggung gunung. Dan akhirnya, gua bisa melihat sekeliling dengan jelas. Gunung Bromo, negeri di atas awan, beserta Jawa Timur yang mengelilingi nya. Pemandangan yang bahkan gak bisa gua jelaskan dengan kata-kata.


The Majestic Sunrise at Bromo, Land on The Clouds
Sekitar pukul 06:00, kami bergerak meninggalkan puncak bukit untuk kembali ke mobil jeep yang akan membawa kami ke lokasi wisata selanjutnya. Setelah rombongan kembali berkumpul, kami bergerak turun ke kaki gunung, menuju lautan pasir Bromo. Jeep membelah lautan pasir Bromo dengan cepat, membawa kami ke bukit teletubies. Bukit teletubies ini sebenarnya hanya perbukitan hijau di sudut lautan pasir. Bentuknya yang menyerupai bukit di tayangan teletubies, membuatnya dijuluki demikian. Kami kembali turun dan berjalan-jalan di sekitar bukit. Sementara orangtua gua asik berfoto, gua mendekati kuda sewaan yang ada disitu. Harga sewanya mahal sih, Rp. 100,000,-, tapi gengs… gua gak bisa tahan. Sedari tadi udah kepengen banget naik kuda. Setelah membayar, gua pun dipersilahkan naik ke atas kuda dan jalan-jalan ke bukit kecil. Setelah jalan-jalan naik kuda, gua kembali ke bawah. Begitu turun dari kuda, ternyata baju dan celana gua sudah dipenuhi bulu kuda. Hm… sepertinya kuda nya jarang disisir, jadi bulu nya banyak rontok kemana-mana. Biarin deh, pulang-pulang dipenuhi bulu kuda, yang penting tetap bisa naik dan jalan-jalan… hehehehe…
Yiiihhaa..!! Naik Kuda!
Dari sana, kami menuju ke Pura Tengger yang ada di sisi lain lautan pasir. Gua yang merasa mengantuk tidak ikut turun, jadi ditinggal di dalam mobil jeep. Tak lama terlelap, rombongan berkumpul kembali di jeep. Akhirnya, kami bergerak turun kembali ke basecamp untuk sarapan dan bersiap kembali ke kota. Menjelang pukul 10:00, kami dikumpulkan kembali ke mobil travel dan beranjak meninggalkan Bromo. Bye, Bromo! See you next time! Mobil travel bergerak ke kota dan mulai mengantarkan satu per satu peserta ke tempat persinggahan masing-masing. Keluarga gua menjadi peserta terakhir yang diantar ke homestay, karena homestay kami agak menepi dari pusat kota Batu maupun dari kota Malang. For real, guys. That was the best trip I’ve ever had! Gua gak menyesal sama sekali datang kesini dan berhasil mengunjungi Bromo untuk melihat sunrise. Sesampainya di homestay, kami langsung mandi dan beristirahat seharian.

Perjalanan melihat sunrise di Gunung Bromo menjadi puncak dari liburan kami kali ini. Setelah berkunjung ke Bromo, kami hanya jalan-jalan di sekitar kota Batu saja, seperti memetik jeruk di perkebunan dan mengunjungi taman Selecta pada hari Jum’at (9/8), lalu mencari oleh-oleh berupa berbagai macam keripik buah khas Malang di hari Sabtu (10/8). Pada Minggu (11/8) pagi, kami berkendara kembali ke Semarang untuk mengambil titipan dari kerabat kami, katanya sih oleh-oleh untuk keluarga di Jakarta. Kami kembali menginap di Aston Inn Pandanaran selama satu malam dan kembali ke Jakarta esok paginya. 

Itu dia, cerita liburan gua dan keluarga di Semarang dan Batu. Liburan menjadi satu hal yang semakin sakti di jaman complicated ini. Dengan liburan, kita bisa menepi sejenak dari kesibukan dan mengumpulkan tenaga baru untuk menghadapi tantangan berikutnya di kesibukan kita. Tetap semangat! Liburan kalian juga akan segera tiba! ;)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Story about The Island of Paradise

Cappadocia : Menggapai Fajar di Tanah Impian (Part 2)

Cappadocia : Menggapai Fajar di Tanah Impian (part 1)